Bismillah...Allahumma solli 'ala muhammad wa'ala aali...

Facebook
RSS

0000016: Al-Hallaj

-
tf faqir



Husain ibnu Mansur al-Hallaj barangkali adalah syeikh sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling terkenal. Ia terkenal kerana berkata: " Akulah Kebenaran ", ucapan mana yang membuatnya dieksekusi secara brutal. Bagi para ulama ortodok, kematian ini dijustifikasi dengan alasan bid'ah, sebab Islam eksoteris tidak menerima pandangan bahawa seorang manusia boleh bersatu dengan Allah dan kerana Kebenaran (Al-Haq) adalah salah satu nama Allah, maka ini berarti bahawa al-Hallaj menyatakan ketuhanannya sendiri. Kaum sufi sezaman dengan al-Hallaj juga terkejut oleh pernyataannya, karena mereka yakin bahwa seorang sufi semestinya tidak boleh mengungkapkan segenap pengalaman batiniahnya kepada orang lain. Mereka berpandangan bahwa al-Hallaj tidak mampu menyembunyikan berbagai misteri atau rahsia Ilahi, dan eksekusi atas dirinya adalah akibat dari kemurkaan Allah lantaran ia telah mengungkapkan segenap kerahsiaan tersebut.


Meskipun al-Hallaj tidak punya banyak pendukung di kalangan kaum sufi sezamannya, hampir semua syeikh sufi sesungguhnya memuji dirinya dan berbagai pelajaran yang diajarkannya. Aththar, dalam karyanya Tadzkirah al-Awliya, menyuguhkan kepada kita banyak lagenda seputar al-Hallaj. Dalam komentarnya, ia menyatakan, " Saya hairan bahawa kita boleh menerima semak belukar terbakar (yakni, mengacu pada percakapan Allah dengan nabi Musa a.s) yang menyatakan Aku adalah Allah, serta meyakini bahawa kata-kata itu adalah kata-kata Allah, tapi kita tidak boleh menerima ucapan al-Hallaj, '' Akulah Kebenaran '', padahal itu kata-kata Allah sendiri!. Di dalam syair epiknya, Matsnawi, Rumi mengatakan, " Kata-kata ' Akulah Kebenaran ' adalah pancaran cahaya di bibir Manshur, sementara Akulah Tuhan yang berasal dari Fir'aun adalah kezaliman. "


Kehidupan Al-Hallaj:
Al-Hallaj di lahirkan di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran tenggara, pada 866M. Berbeza dengan keyakinan umum, ia bukan orang Arab, melainkan keturunan Persia( Parsi: Iran). Neneknya adalah seorang penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam.


Ketika al-Hallaj masih kanak-kanak, ayahnya, seorang penggaru kapas (penggaru adalah seorang yang bekerja menyisir dan memisahkan kapas dari bijinya). Pergi-balik antara Baidhah, Wasith, sebuah kota dekat Ahwaz dan Tustar. Dipandang sebagai pusat tekstil pada masa itu, kota-kota ini terletak di tapal batas bahagian barat Iran, dekat dengan pusat-pusat penting seperti Bagdad, Bashrah, dan Kufah. Pada masa itu, orang-orang Arab menguasai kawasan ini, dan pepindahan keluarganya bererti mencabut, sampai batas tertentu, akar budaya al-Hallaj.


Di usia muda, ia mulai mempelajari tata bahasa Arab, membaca Al-Qur'an dan tafsir serta teologi. Ketika berusia 16 tahun, ia menamatkan studinya, tapi merasakan keperluan untuk menginternalisasikan apa yang telah dipelajarinya. Seorang pak ciknya bercerita kepadanya tentang Sahl at-Tustari, seorang sufi berani dan bebas, yang menurut hemat pak ciknya, menyebarkan ruh hakiki Islam. Sahl adalah seorang sufi yang mempunyai kedudukan spiritual tinggi dan terkenal kerana tafsir Al-Qur'annya. Ia mengamalkan secara ketat tradisi Nabi dan praktek-praktek kezuhudan keras seperti puasa dan solat sunat sekitar empat ratus rakaat sehari. Al-Hallaj pindah ke Tustar untuk berkhidmat dan mengabdi kepada sufi ini.


Dua tahun kemudian, al-Hallaj tiba-tiba meninggalkan Sahl dan pindah ke Bashrah. Tidak jelas mengapa ia berbuat demikian. Sama sekali tidak dijumpai ada laporan ihwal corak pendidikan khusus yang diperolehnya dari Sahl. Tampaknya ia tidak dipandang sebagai murid istimewa. Al-Hallaj juga tidak menerima pendidikan khusus darinya. Namun, ini tidak bererti bahawa Sahl tidak punya pengaruh pada dirinya. Memperhatikan sekilas pandang praktek kezuhudan keras yang dilakukan al-Hallaj mengingatkan kita pada Sahl. Ketika al-Hallaj memasuki Bashrah pada 884M, ia sudah berada dalam tingkat kezuhudan yang sangat tinggi. Di Bashrah, ia berjumpa dengan Amr al-Makki yang secara formal mentahbishkannya dalam tasawuf. Amr adalah murid Junaid, seorang sufi paling berpengaruh saat itu.


Al-Hallaj bergaul dengn Amr selama lapan belas bulan. Akhirnya ia meninggalkan Amr juga. Nampaknya seorang sahabat Amr yang bernama al-Aqta yang juga murid Junaid mengetahui kemampuan dan kapasiti spiritual dalam diri al-Hallaj dan menyarankan agar ia menikah dengan saudara perempuannya, (Massignon menunjukkan bahawa pernikahan ini mungkin punya alasan politis lantaran hubungan al-Aqta) Betapa pun juga Amr tidak diminta pendapatnya, sebagaiman lazimnya terjadi. Hal ini menimbulkan kebencian dan permusuhan serta bukan hanya memutuskan hubungan persahabatan antara Amr dan Al-Aqta, melainkan juga membahayakan hubungan guru-murid antara Amr dan al-Hallaj. Al-Hallaj yang merasa memerlukan bantuan dan petunjuk untuk mengatasi situasi ini, berangkat menuju Baghdad dan tinggal beberapa lama bersama Junaid, yang menasehatinya untuk bersabar. Bagi Al-Hallaj, ini berarti menjauhi Amr dan menjalani hidup tenang bersama keluarganya dan ia kembali ke kota kelahirannya. Diperkirakan bahawa ia memulai belajar pada Junaid, terutama lewat surat-menyurat, dan terus mengamalkan kezuhudan.


Enam tahun berlalu, dan pada 892M, al-Hallaj memutuskan untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah. Kaum Muslimin diwajibkan menunaikan ibadah ini sekurang-kurangnya sekali selama hidup (bagi mereka yang mampu). Namun ibadah haji yang dilakukan al-Hallaj tidaklah biasa, melainkan berlangsung selama setahun penuh, dan setiap hari dihabiskannya dengan puasa dari siang hingga malam hari. Tujuan al-Hallaj melakukan praktek kezuhudan keras seperti ini adalah menyucikan hatinya menundukkannya kepada Kehendak Ilahi sedemikian rupa agar dirinya benar-benar sepenuhnya diliputi oleh Allah. Ia pulang dari menunaikan ibadah haji dengan membawa pikiran-pikiran baru tentang berbagai topik seperti inspirasi Ilahi, dan ia membahas fikiran-fikiran ini dengan para sufi lainnya. Diantaranya adalah Amr al-Makki dan mungkin juga Junaid.


Sangat boleh jadi bahwa Amr segera menentang al-Hallaj. Aththar menunjukkan bahwa al-Hallaj datang kepada Junaid untuk kedua kalinya dengan beberapa pertanyaan ihwal, apakah kaum sufi harus atau tidak harus mengambil tindakan untuk memperbaiki masyarakat (al-Hallaj berpandangan harus, sedangkan Junaid berpandangan bahawa kaum sufi tidak usah memperhatikan kehidupan sementara di dunia ini). Junaid tidak mau menjawab, yang membuat al-Hallaj marah dan kemudian pergi. Sebaliknya, Junaid meramalkan nasib Al-Hallaj.


Ketika al-Hallaj kembali ke Bashrah, ia memulai mengajar, memberi kuliah dan menarik sejumlah besar murid. Namun fikiran-fikirannya bertentangan dengan ayah mertuanya. Walhasil, hubungan merekapun memburuk dan ayah mertuanya sama sekali tidak mahu mengakuinya. Ia pun kembali ke Tustar, bersama dengan isteri dan adik iparnya, yang masih setia kepadanya. Di Tustar ia terus mengajar dan meraih keberhasilan gemilang. Akan tetapi, Amr al-Makki yang tidak boleh melupakan konflik mereka, mengirimkan surat kepada orang-orang terkemuka di Ahwaz dengan menuduh dan menjelek-jelekkan nama al-Hallaj, situasinya makin memburuk sehingga al-Hallaj memutuskan untuk menjauhkan diri dan tidak lagi bergaul dengan kaum sufi. Sebaliknya ia malah terjun dalam kancah hingar-bingar dan hiruk-pikuk duniawi.


Al-Hallaj meninggalkan jubah sufi selama beberapa tahun, tapi tetap terus mencari Tuhan. Pada 899M, ia berangkat mengadakan pengembaraan apostolik pertamanya ke sempadan timur laut negeri itu, kemudian menuju selatan dan akhirnya kembali lagi ke Ahwaz pada 902M. Dalam perjalanannya, ia berjumpa dengan guru-guru spiritual dari berbagai macam tradisi di antaranya, Zoroastrianisme dan Manicheanisme. Ia juga mengenal dan akrab dengan berbagai terminologi yang mereka gunakan, yang kemudian digunakannya dalam karya-karyanya di akhir-akhir. Ketika ia tiba kembali di Tustar, ia mulai lagi mengajar dan memberikan kuliah. Ia berceramah tentang berbagai rahsia alam semesta dan tentang apa yang terbersit dalam hati jamaahnya. Akibatnya ia dijuluki Hallaj al-Asrar (kata Asrar bisa bermakna rahsia atau kalbu). Jadi al-Hallaj adalah sang penggaru segenap rahsia atau Kalbu, kerana Hallaj berarti seorang penggaru) ia menarik sejumlah besar pengikut, namun kata-katanya yang tidak lazim didengar itu membuat sejumlah ulama tertentu takut dan ia pun dituduh sebagai dukun.


Setahun kemudian, ia menunaikan ibadah haji kedua. Kali ini ia menunaikan ibadah haji sebagai seorang guru disertai empat ratus pengikutnya. Banyak lagenda dituturkan dalam perjalanan ini berkenaan dengan diri al-Hallaj berikut berbagai macam karamahnya. Semuanya ini makin membuat al-Hallaj terkenal sebagai mempunyai perjanjian dengan jinn. Sesudah melakukan perjalanan ini, ia memutuskan meninggalkan Tustar untuk selamanya dan bermukim di Baghdad, tempat tinggal sejumlah sufi terkenal, ia bersahabat dengan dua diantaranya, Nuri dan Syibli.


Pada 906M, ia memutuskan untuk mengemban tugas mengislamkan orang-orang Turki dan orang-orang kafir. Ia berlayar menuju India selatan, pergi keperbatasan utara wilayah Islam, dan kemudian kembali ke Bagdad. Perjalanan ini berlangsung selama enam tahun dan semakin membuatnya terkenal di setiap tempat yang dikunjunginya. Jumlah pengikutnya makin bertambah.


Tahun 913M adalah titik balik bagi karya spiritualnya. Pada 912M ia pergi menunaikan ibadah haji untuk ketiga kalinya dan terakhir kali, yang berlangsung selama dua tahun, dan berakhir dengan diraihnya kesedaran tentang Kebenaran. Di akhir 913M inilah ia merasa bahawa hijab-hijab ilusi telah terangkat dan tersingkap, yang menyebabkan dirinya bertatap muka dengan sang Kebenaran (Al-Haqq). Di saat inilah ia mengucapkan, " Akulah Kebenaran " (Ana Al-Haqq) dalam keadaan ekstase. Perjumpaan ini membangkitkan dalam dirinya keinginan dan hasrat untuk menyaksikan cinta Allah pada menusia dengan menjadi " hewan kurban ". Ia rela dihukum bukan hanya demi dosa-dosa yang dilakukan setiap muslim, melainkan juga demi dosa-dosa segenap manusia. Ia menjadi seorang Jesus Muslim, sungguh ia menginginkan tiang gantungan.


Di jalan-jalan kota Baghdad, dipasar, dan di masjid-masjid, seruan aneh pun terdengar: " Wahai kaum muslimin, bantulah aku! Selamatkan aku dari Allah! Wahai manusia, Allah telah menghalalkanmu untuk menumpahkan darahku, bunuhlah aku, kalian semua bakal memperoleh pahala, dan aku akan datang dengan suka rela. Aku ingin si terkutuk ini (menunjuk pada dirinya sendiri) dibunuh." Kemudian, al-Hallaj
berpaling pada Allah seraya berseru, " Ampunilah mereka, tapi hukumlah aku atas dosa-dosa mereka."


Yang mengherankan, kata-kata ini mengilhami orang-orang untuk menuntut adanya perbaikan dalamkehidupan dan masyarakat mereka. Lingkungan sosial dan politik waktu itu menimbulkan banyak ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan kelas penguasa. Orang banyak menuntut agar khalifah menegakkan kewajiban yang diembankan Allah dan Islam atas dirinya. Sementara itu, yang lain menuntut adanya pembaruan dan perubahan dalam masyarakat sendiri.


Tak pelak lagi, al-Hallaj pun punya banyak sahabat dan musuh di dalam mahupun di luar istana khalifah. Para pemimpin oposisi, yang kebanyakan adalah murid al-Hallaj, memandangnya sebagai Imam Mahdi atau juru selamat dan, dengan harapan meraih kekuasaan, berusaha memanfaatkan pengaruhnya pada masyarakat untuk menimbulkan gejolak dan keresahan. Para pendukungnya di kalangan pemerintahan melindunginya sedemikian rupa sehingga ia bisa membantu mengadakan pembaruan sosial. Di atas
segalanya, berbagai gejolak pun muncul dan sudah pasti berakhir secara dramatis.


Pada akhirnya, keberpihakan al-Hallaj berikut pandangan-pandangannya tentang agama, menyebabkan dirinya berada dalam posisi berseberangan dengan kelas penguasa. Pada 918M, ia diawasi, dan pada 923M ia ditangkap.


Sang penasehat khalifah termasuk di antara sahabat al-Hallaj dan untuk sementara berhasil mencegah upaya untuk membunuhnya. Al-Hallaj dipenjara hampir selama sembilan tahun. Selama itu ia terjebak dalam baku sengketa antara segenap sahabat dan musuhnya. Serangkaian pemberontakan dan kudeta pun meletus di Bagdad. Ia dan sahabat-sahabatnya disalahkan dan dituduh sebagai penghasut. Berbagai peristiwa ini menimbulkan pergulatan kekuasaan yang keras di kalangan istana khalifah. Akhirnya, wazir khalifah, musuh bebuyutan al-Hallaj berada di atas angin, sebagai unjuk kekuasaan atas musuh-musuhnya ia menjatuhkan hukuman mati atas al-Hallaj dan memerintahkan agar ia dieksekusi.


Tak lama kemudian, al-Hallaj disiksa di hadapan orang banyak dan dihukum di tiang gantungan dengan kakidan tangannya terpotong. Kepalanya dipenggal, sehari kemudian dan sang wazir sendiri hadir dalam peristiwa itu. Sesudah kepalanya terpenggal, tubuhnya disiram minyak dan dibakar. Debunya kemudian dibawa ke menara di tepi sungai Tigris dan diterpa angin serta hanyut di sungai itu.


Demikian, al-Hallaj dibunuh secara brutal. Akan tetapi ia tetap hidup dalam kalbu orang-orang yang merindukan capaian rohaninya. Dengan caranya sendiri, ia telah menunjukkan pada para pencari kebenaran langkah-langkah yang mesti ditempuh sang pecinta agar sampai pada kekasih.


Berbagai lagenda dan kisah tentang al-Hallaj:
Bagaimana mulanya Husain ibn manshur di sebut al-Hallaj sebuah nama yang berarti penggaru (khususnya kapas)? Menurut Aththar, suatu hari Husain ibn Manshur melewati sebuah gudang kapas dan melihat seonggok buah kapas. Ketika jarinya menunjuk pada longgokan buah kapas itu. Biji-bijinya pun terpisah dari serat kapas. Ia juga dijuluki Hallaj - al-asrar penggaru segenap Kalbu karena ia mampu membaca pikiran orang dan menjawab berbagai pertanyaan mereka sebelum ditanyakan kepadanya.


Al-Hallaj terkenal kerana berbagai keajaibanya. 
Salah seorang muridnya mencerita kisah berikut ini:
Sewaktu menunaikan ibadah haji kedua kalinya, al-Hallaj pergi ke sebuah gunung untuk mengasingkan diri bersama beberapa orang pengikutnya. Sesudah makan malam, al-Hallaj mengatakan bahwa ia ingin makan manisan.


Murid-muridnya kebingungan lantaran mereka telah memakan habis semua bekal yang mereka bawa. Al-Hallaj tersenyum dan berjalan menembus kegelapan malam. Beberapa minit kemudian, ia kembali sambil membawa makanan berupa kueh-kueh panas yang belum pernah mereka ketahui sebelumya. Ia meminta mereka untuk makan bersamanya, seorang muridnya, yang penasaran dan ingin tahu dari mana al-Hallaj memperolehnya, menyembunyikan kueh bahagiannya, ketika mereka kembali dari mengasingkan diri si murid ini mencari seseorang yang boleh mengetahui asal kueh itu, seseorang dari Zabid, sebuah kota yang jauh dari situ, mengetahui bahawa kueh itu berasal dari kotanya, si murid yang
keheranan ini pun sedar bahawa al-Hallaj memperoleh kueh itu secara ajaib.
" Tak ada seorang pun dan hanya jinn saja yang sanggup menempuh jarak sedemikian jauh dalam waktu singkat ! " serunya.


Pada kesempatan lain al-Hallaj mengarungi padang pasir bersama sekelompok orang dalam perjalanan menuju Mekah. Di suatu tempat, sahabat-sahabatnya menginginkan buah ara, dia ia pun mengabil senampan penuh buah ara dari udara. Kemudian mereka meminta halwa, ia membawa senampan penuh halwa hangat dan berlapis gula serta memberikannya kepada mereka, usai memakannya mereka mengatakan bahwa kueh itu khas berasal dari daerah anu di Bagdad, mereka bertanya ihwal bagaimana ia memperolehnya. Ia hanya menjawab, baginya Baghdad dan padang pasir sama dan tidak ada bedanya, kemudian mereka meminta kurma, ia diam sejenak berdiri dan menyuruh mereka untuk menggerakkan tubuh mereka seperti mereka menggoyang-goyang pohon kurma, mereka melakukannya, dan kurma-kurma segar pun berjatuhan dari lengan baju mereka.


Al-Hallaj terkenal bukan hanya kerana keajaibannya, melainkan juga karena kezuhudannya. Pada usia lima puluh tahun ia mengatakan bahawa ia memilih untuk tidak mengikuti agama tertentu, melainkan mengambil dan mengamalkan praktek apa saja yang paling sulit bagi nafs (ego)-nya dari setiap agama. Ia tidak pernah meninggalkan solat wajib, dengan solat wajib ini, ia melakukan wudhu' jasmani secara sempurna.


Ketika ia mulai menempuh jalan ini, ia hanya mempunyai sehelai jubah tua dan dan bertampal yang telah dikenakannya selama bertahun-tahun. Suatu hari, jubah itu diambil secara paksa, dan diketahui bahawa ada banyak kutu dan serangga bersarang di dalamnya, yang salah satunya berbobot setengah ons. Pada kesempatan lain, ketika ia memasuki sebuah desa, orang-orang melihat kala jengking besar yang mengikutinya. Mereka ingin membunuh kala jengking itu, ia menghentikan mereka seraya mengatakan bahawa kala jengking itu telah bersahabat dengannya selama dua belas tahun, nampaknya ia sudah
sangat lupa pada ngeri dan sakit jasmani.


Kezuhudan al-Hallaj adalah sarana yang ditempanya untuk mencapai Allah, yang dengan-Nya ia menjalin hubungan sangat khusus sifatnya, suatu hari, pada waktu musim ibadah haji di Mekah, ia melihat orang-orang bersujud dan berdoa, " Wahai Engkau. Pembimbing mereka yang tersesat, Engkau jauh di atas segenap pujian mereka yang memuji-Mu dan sifat yang mereka lukiskan kepada-Mu. Engkau tahu bahawa aku tak sanggup bersyukur dengan sebaik-baiknya atas kemurahanMu. Lakukan ini di tempatku, sebab yang demikian itulah satu-satunya bentuk syukur yang benar."


Kisah penangkapan dan eksekusi atas dirinya sangat menyentuh dan mengharu-biru kalbu. Suatu hari, ia berkata kepada sahabatnya, Syibli, bahawa ia sibuk dengan tugas amat penting yang bakal mengantarkan dirinya pada kematiannya. Sewaktu ia sudah terkenal dan berbagai keajaibannya dibicarakan banyak orang. Ia menarik sejumlah besar pengikut dan juga melahirkan musuh yang sama banyaknya, akhirnya, khalifah sendiri mengetahui bahwa ia mengucapkan kata-kata bid'ah, "Akulah Kebenaran." Musuh al-Hallaj menjebaknya untuk mengucapkan, Dia-lah Kebenaran ia hanya menjawab, "Ya, segala sesuatu adalah Dia! Kalian bilang bahwa Husain (al-Hallaj) telah hilang, memang benar. Namun Samudra yang meliputi segala sesuatu tidaklah demikian."


Beberapa tahun sebelumnya, ketika al-Hallaj belajar di bawah bimbingan Junaid, ia diperintahkan untuk bersikap sabar dan tenang. Beberapa tahun kemudian, ia datang kembali menemui Junaid dengan sejumlah pertanyaan. Junaid hanya menjawab bahawa tak lama lagi ia bakal melumuri tiang gantungan dengan darahnya sendiri, nTampaknya, ramalan ini benar adanya. Junaid ditanya ihwal apakah kata-kata al-Hallaj bisa ditafsirkan dengan cara yang bakal bisa menyelamatkan hidupnya. Junaid menjawab, " Bunuhlah ia,
sebab saat ini bukan lagi waktunya menafsirkan." al-Hallaj dimasukkan ke penjara. Pada malam pertama sewaktu ia dipenjara, para sipir penjara mencari-carinya. Mereka heran. Ternyata selnya kosong. Pada malam kedua, bukan hanya al-Hallaj yang hilang, penjara itu sendiri pun hilang!


Pada malam ketiga, segala sesuatunya kembali normal. Para pegawai penjara itu bertanya, di mana engkau pada malam pertama? ia menjawab, " pada malam pertama aku ada di hadirat Allah. Karena itu aku tidak ada di sini. Pada malam kedua, Allah ada di sini, karenanya aku dan penjara ini tidak ada. Pada malam ketiga aku di suruh kembali! "


Beberapa hari sebelum dieksekusi, ia berjumpa dengan sekitar tiga ratus banduan yang ditahan bersamanya dan semuanya dibelenggu. ia berkata bahawa ia akan membebaskan mereka semua, mereka hairan kerana ia berbicara hanya tentang kebebasan mereka dan bukan kebebasannya sendiri ia berkata kepada mereka: " Kita semua dalam belenggu Allah di sini. Jika kita mau, kita boleh membuka semua belenggu ini, " kemudian ia menunjuk belenggu-belenggu itu dengan jarinya dan semuanya pun terbuka. Para banduan pun hairan bagaimana mereka boleh melarikan diri, karena semua pintu terkunci. Ia menunjukkan jarinya ke tembok, dan terbukalah tembok itu. " Engkau tidak ikut bersama kami? " tanya
mereka " Tidak, ada sebuah rahsia yang hanya boleh diungkapkan di tiang gantung!" jawabnya


Esoknya, para pegawai penjara bertanya kepadanya tentang yang terjadi pada banduan lainnya. Ia menjawab bahawa ia telah membebaskan mereka semua.


" Mengapa engkau tidak sekalian pergi?" tanya mereka " Dia mencela dan menyalahkanku. Kerananya aku harus tetap tinggal di sini untuk menerima hukuman, " jawabnya.


Si khalifah yang mendengar percakapan ini, berpikir bahawa al-Hallaj bakal menimbulkan kesulitan, karena itu, ia memerintahkan, " Bunuhlah atau rotanlah sampai ia menarik kembali ucapannya!" Al-Hallaj dirotan tiga ratus kali dengan rotan, setiap kali pukulan mengenai tubuhnya terdengar suara halus berseru, " Jangan takut, putera Manshur. "







Mengenangkan hari itu, seorang sufi syekh Shaffar, mengatakan aku lebih percaya pada akidah sang *algojo ketimbang akidah al-Hallaj. Sang algojo pastilah mempunyai akidah yang kuat dalam menjalankan Hukum Ilahi sebab suara itu bisa didengar demikian jelas, tetapi tangannya tetap mantap.


Al-Hallaj digiring untuk di eksekusi. Ratusan orang berkumpul. Ketika ia melihat kerumunan orang, ia berseru lantang, " Haqq, Haqq, ana al-Haqq (Kebenaran, kebenaran, Akulah kebenaran)."


Pada waktu itu, seorang darwis memohon al-Hallaj untuk mengajarinya tentang cinta. Al-Hallaj mengatakan bahawa si darwis akan melihat dan mengetahui hakikat cinta pada hari itu, hari esok, dan hari sesudahnya.


Al-Hallaj dibunuh pada hari itu. Pada hari kedua tubuhnya dibakar, dan pada hari ketiga abunya ditebarkan dengan angin. Melalui kematiannya, al-Hallaj menunjukkan bahawa cinta berarti menanggung derita dan kesengsaraan demi orang lain.


Ketika menuju ke tempat eksekusi, ia berjalan dengan sedemikian bangga. " Mengapa engkau berjalan sedemikian bangga? " tanya orang-orang. " Aku bangga lantaran aku tengah berjalan menuju ke tempat pejagalanku," jawabnya kemudian ia melantunkan syair demikian:


Kekasihku tak bersalah.
Diberi aku anggur dan amat memperhatikanku,
laksana tuan rumah,
perhatikan sang tamu,
Setelah berlalu sekian lama,
dia menghunus pedang dan
menggelar tikar pembantaian.
Inilah balasan buat mereka yang minum anggur lama
bersama dengan singa
tua di musim panas.


Ketika dibawa ke tiang gantung, dengan suka rela ia menaiki tangga sendiri. Seseorang bertanya tentang hal (keadaan spiritual atau emosi bathinnya). Ia menjawab bahawa perjalanan spiritual para pahlawan justru dimulai di puncak tiang gantung, ia berdoa dan berjalan menuju puncak itu.


Sahabatnya, Syibli, hadir di situ dan bertanya, " Apa itu tasawuf? " al-Hallaj menjawab bahawa apa yang disaksikan Syibli saat itu adalah tingkatan tasawuf paling rendah. " Adakah yang lebih tinggi dari ini? " tanya Syibli " Kurasa, engkau tidak akan mengetahuinya! ", jawab al-Hallaj.


Ketika al-Hallaj sudah berada di tiang gantung, syaitan datang kepadanya dan bertanya, " Engkau cakap aku dan aku juga cakap aku. Mengapa gerangan engkau menerima rahmat abadi dari Allah dan aku, kutukan abadi? "


Al-Hallaj menjawab, " Engkau cakap aku dan melihat dirimu sendiri, sementara aku menjauhkan diri dari keakuanku. Aku beroleh rahmat dan engkau, kutukan. Memikirkan diri sendiri tidaklah benar dan memisahkan diri dari kedirian adalah amalan paling baik. "


Orang ramai mulai melempari al-Hallaj dengan batu. Namun, ketika Syibli melemparkan bunga kepadanya untuk pertama kalinya, al-Hallaj merasa kesakitan. Seseorang bertanya, " Engkau tidak merasa kesakitan dilempari batu, tapi lembaran sekuntum bunga justru membuatmu kesakitan mengapa ?.


Al-Hallaj menjawab, " Orang-orang yang jahil dan bodoh bisa dimaafkan. Sulit rasanya melihat Syibli melempar lantaran ia tahu bahawa seharusnya ia tidak melakukannya. "


Sang algojo pun memotong kedua tangannya. Al-Hallaj tertawa dan berkata, " Memang mudah memotong tangan seorang yang terbelenggu. Akan tetapi, diperlukan seorang pahlawan untuk memotong tangan segenap sifat yang memisahkan seseorang dari Allah. " (dengan kata lain, meninggalkan alam kemajmukandan bersatu dengan Allah memerlukan usah keras dan luar biasa). Sang Algojo lantas memotong kedua kakinya. Al-Hallaj tersenyum dan berkata, " Aku berjalan di muka bumi dengan dua kaki ini, aku masih punya dua kaki lainnya untuk berjalan di kedua alam. Potonglah kalau kau memang bisa melakukannya! "


Al-Hallaj kemudian mengusapkan kedua lenganya yang kudung kewajahnya sehingga wajah dan lengannya berdarah. " Mengapa engkau mengusap wajahmu dengan darah? " tanya orang-orang. Ia menjawab bahawa kerana ia sudah kehilangan darah sedemikian banyak dan wajahnya menjadi pucat maka ia mengusap pipinya dengan darah agar orang jangan menyangka bahawa ia takut mati.


" Mengapa," tanya mereka, " Engkau membasahi lenganmu dengan darah? " Ia menjawab,
" Aku sedang berwudu'. Sebab, dalam solat cinta. Hanya ada dua rakaat, dan wudhu'nya dilakukan dengan darah."


Sang algojo kemudian mencungkil mata al-Hallaj. Orang-orang pun ribut dan berteriak. Sebagian menangis dan sebagian lainnya melontarkan sumpah seranah, lalu telinga dan hidungnya dipotong. Sang algojo hendak memotong lidahnya. Al-Hallaj memohon waktu sebentar untuk mengatakan sesuatu, " Ya Allah, janganlah engkau usir orang-orang ini dari haribaanMu lantaran apa yang mereka lakukan karena Engkau.


Segala puji bagi Allah, mereka memotong tanganku karena Engkau semata. Dan kalau 
mereka memenggal kepalaku, itu pun mereka melakukan karena keagunganMu." 
Kemudian ia mengutip sepotong ayat Alqur-an:


" Orang-orang yang mengingkari Hari Qiamat  bersegera ingin mengetahuinya, tetapi orang-orang beriman berhati-hati kerana mereka tahu bahawa itu adalah benar."


Kata-kata terakhirnya adalah:
Bagi mereka yang ada dalam ekstase " Cukuplah sudah satu kekasih. "


Tubuhnya yang terpotong, yang masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, dibiarkan berada di atas tiang gantungan sebagai pelajaran bagi yang lainnya. Esoknya, baru sang algojo memenggal kepalanya. Ketika kepalanya dipenggal al-Hallaj tersenyum dan meninggal dunia. Orang-orang berteriak tapi al-Hallaj menunjukkan betapa berbahagia ia bersama dengan kehendak Allah. Setiap bagian tubuhnya berseru, " Akulah kebenaran ", sewaktu meninggal dunia setiap titisan darahnya yang jatuh ke tanah membentuk nama Allah.


Hari berikutnya mereka yang berkomplot menentangnya, memutuskan bahawa bahkan tubuh al-Hallaj yang sudah terpotong-potong pun masih menimbulkan kesulitan bagi mereka. Karena itu, mereka pun memerintahkan agar tubuhnya di bakar saja. Malahan, abu jenazahnya berseru, " Akulah Kebenaran. "


Al-Hallaj telah meramalkan kematiannya sendiri dan memberitahu pembantunya bahawa ketika abu jenazahnya dibuang ke sungai Tigris permukaan sungai akan naik sehingga seluruh Baghdad pun terancam tenggelam. Ia memerintahkan pembantunya menaruh jubahnya ke sungai untuk meredakan ancaman banjir, pada hari ketiga, ketika abu jenazahnya diterbangkan oleh angin ke sungai. Permukaan air pun terbakar, air mulai naik, dan sang pembantu melakukan apa yang diperintahkannya, permukaan air pun surut, api padam, dan abu jenazah al-Hallaj pun diam.


Waktu itu, seorang tokoh terkemuka mengatakan bahawa ia melakukan solat sepanjang malam di bawah tiang gantungan sepanjang malam. Ketika fajar menyingsing, terdengarlah suara halus berseru, " Kami berikan salah satu rahsia kami dan ia tidak menjaganya. Sungguh, inilah hukuman bagi mereka yang mengungkapkan segenap rahsia kami. "


Syibli menyebutkan bahawa, suatu malam. Ia mimpi bertemu dengan al-Hallaj dan 
bertanya, " Bagaimana Allah menghakimi orang-orang ini? " Al-Hallaj menjawab bahawa mereka yang tahu bahawasanya ia benar dan juga mendukungnya berbuat demikian kerana Allah semata. Sementara itu, mereka yang ingin melihat dirinya mati tidaklah mengetahui hakikat kebenaran, oleh sebab itu, mereka menginginkan kematiannya, kematiannya kerana Allah semata. Allah merahmati kedua gulungan ini.





                           Keduanya beroleh berkah dan rahmat dari Allah SWT.



* Algojo ialah orang yang memiliki tanggung jawab langsung untuk menjalankan hukuman mati atas terdakwa.


Wallahhu 'alam bissowab.



Leave a Reply

07sept2011. Dikuasakan oleh Blogger.

Rakan Taulan: